Semua orang yang berada di Nagari
Cupak tak ada mungkin yag tak mengenal sosok Tek Eti. Seorang wanita tua yang
berumur sekitar 45 tahunyang terkenal dengan kekayaannya orang terkaya yang ada
di Nagari Cupak ini. mata selalu memandang ke arahnya, Bahkan pada saat baralek
pun, Tak ada seorang pun yang mampu
memalingkan pandangan wajahnya dari Tek Eti. Semuanya menghargai dan
merasa segan dengan Tek Eti. Wanita yang hidup hanya sebatang kara saja di
sebuah rumah gadang yang paling istimewa atau paling megah di nagari cupak.Ia
memang wanita yang hebat ia tinggal
sendiri di rumahnya yang luas dan besar itu. Padahal beberapa orang telah
menawarkan agar Tek Eti menggakat anak agar menjadi kawan sepinya .Tetapi Tek
Eti menolak. Ia hanya ingin tinggal bersama dengan pelayannya .
Di
balik harta dan kekayaannya yang
berlimpah ruah itu, aku menangkap suatu keanehan dan kecurigaan pada diri Tek Eti yang telah lama aku simpan.
Kalau memang Tek Eti orang terkaya di Cupak mengapa sugi masih menempel di
sudut bibirnya? Kehidupan sudah cukup mapan. dan modern. Apa ada yang salah ?
Justru pertanyaan itu selalu menderu di otakku ?
Sugi adalah tembakau yang di
letakkan di bibir atas sebelah pinggir bagian dalam pada mulut. Biasa di
gunakan pada saat makan sirih di daerah minang kabau tepatnnya di Nagarai Cupak
Kabupaten Solok. Sebagai pelengkap. Ada juga ibu-ibu yang memakan sirih setiap
hari. Ibu-ibu yang menggunakan sugi adalah ibu-ibu yang umurnya sudah tua.
Yaitu mereka yang tinggal di daerah perkampungan. Tetapi kalau Tek Eti yang
memakainya, patut saja semua orang akan heran. Pernah sekali aku bert tanya
Kepada Mande perihal masalah itu. Tetapi
mande juga tidak tahu. Mungkin ada
Kaitannya dengan kehidupak Tek Eti. Ah.....aku tidak tau pasti. Tetapi
aku yakin suatu saat aku akan menemukan misteri di balik fakta ini. Cuaca
rasanya panas sekali cuaca hari ini rasanya
aku mau berlari meloncat kedalam kolam yang ada di depan rumahku. Ah aku baru
ingat.Tetanggaku hari ini baralek. Anak tetanggaku menikah dengan anak
seseorang dari Nagari Salayo Sawah Sudut. mendengar kata baralek aku lansung
teringat dengan sosok Tek Eti. Dimana ada baralek pasti ada Tek Eti. Aku segera
menepuk tangan kananku. Kesempatan emas, sahutku. Aku bisa melihat sosok Tek
Eti dari dekat. Bisa saja aku menemukan sedikit petunjuk mengenai sugi keramat
itu. Maka aku putuskan, aku akan menggantikan Mande untuk pergi baralek
tersebut ke rumah tetangga. “Mande biar upik yang pergi baralek ”
Aku sempat targagap melihat Mande menatapku
tajam. Ada kejurigaan di balik mata mande. Gerak bibir Mande menisyaratkan
mande ingin bertanya sesuatu .buru-buru aku mengakihkan pandanganku. Dan ......
aku berhasil. Mande tidak jadi bertanya. Mande melanjutkan acara memasaknya.
Sambil mengaduk gulai, Made pun bertanya .
“
Kenapa? Ndak biasanya Upik mau ke acara baralek? “
Deg......deg....
Tiba–tiba aku merasa detak jantungku mulai berhenti. Mampus, itulah akibatnya
malas pergi baralek. Dulu, aku memang paling males sekali kalau di suruh mande untuk
pergi baralek. Lelahlah, jaulah, masalahlah, tidak kenal orang-orang. Segudang
alasan aku lontarkan kepada Mande aku meronta-ronta dalam hati. Buru-buru aku
mengatasinya. Untung otakku berputar lebih cepat saat ini .
“ Ya, Mande, Sekarang
upik sudah pandai upik akan mencoba apa yang Mande suruh kepada Upik. “Mande
mau ya ? ”
Aku menatap mande
dengan penuh harap. Harapku semakin mengebu saat melihat rona wajah mande yang
menyiratkan kebingungan. Tetapi akhirnya Mande menganguk mantap. Aku melonjak
senang. Lalu memeluk mande. Senyum tersirat di bibirnya yang manis segera aku
menyiapkan segalanya. Kemudian aku mengambil langkah mengambil handuk hendak
mandi. Aku bersiap-siap berpakaian, kupilihlah baju kurung berwarna coklat
muda. Baju ulang tahunku dari Etekku
yang sekarang bekerja di semarang .
Setelah kursa semuanya
sudah siap, aku berpamitan kepada Mande. Sebelum pergi aku mendapat wejangan
gratis dari mande. Mande menceramahiku dengan berbagai nasehat pada saat
baralek. Aku hanya bisa memendam rasa kesalku, karena rombongan orang-orang
sudah mulai memadati kawasan rumah tetanggaku. Segera aku meraih tangan Mande
dan menciumnya. Aku berlari kecil menuju rumah tetanggaku. Mande , “Aku
berangkat dulu mande”
“hati-hati ya di jalan
nak...!”
Mande hanya bisa
geleng-geleng kepala. Dan berharap hal yang buruk tidak akna terjadi.
Tiba di rumah tetangga.
Kubuka sandal yang ku pinjam dari Mande. Aku masuk kedalam dan mengucapkan
salam. Hampir semua orang yang ada di rumah itu menjawab salamku. Aku mengambil
langkah mencari tempat duduk.setelah menemukan tempat duduk yang tepat, aku
mulai duduk. Aku merasa asing di sini. Tak ada seorang sosok pun yang aku
kenali. Hanya tetangga dan saudara mande yang aku kenali.
Saat aku mulai merasa
gelisah dan bosan, tiba-tiba semua orang yang ada di dalam rumah bersorak
kegirangan. Mereka menunjuk keluar. Mereka juga berhamburan keluar. Aku
tercengang dan ikut-ikutan dengan mereka. Oh ternyata ada Tek Eti yang baru
turun dari mobil mewahnya. Seorang ibu mengajak Tek Eti untuk masuk lalu Tek
Eti duduk di tempat yang sudah di beri alas karpet yang indah. Pujianku
terhenti saat mata ini mengarahkan pandangan ke suatu objek.
Sugi yang asik bermain
di dalam mulut Tek Eti. Entah mengapa aku merasa banyak tatapan heran menyerap Tek Eti. Tetapi tampaknya
biasa-biasa saja. Ia tampak santai bercengkrama dengan para undangan lainnya.
Ternyata bukan aku saja yang mempunyai pandangan aneh ini, tetapi yang lainnya
juga.
Hari berlalu begitu
cepat. Semakin besar rasa ingin tahu ku. Apalagi sekarang aku lebih sering
bertemu dengan Tek Eti di pasar. Kebetulan sekolahku dekat dengan pasar. Tiap
pagi Tek Eti berada di pasar unntuk mengecek barang-baranya di tokonya. “Sugi
lagi” Tiba-tiba rasa bosan melandaku. Melihat sugi itu akan menjadi malas dan lemas.
Apalagi setelah ku melihat dari dekat, sepertinya sugi itu terkesan jorok,
karena hampir berjam-jam nangkring di sudut bibir Tek Eti. Tapi aku abaikan
segalanya. Mungkin sebentar lagi semuanya akan terbongkar.
Hanya yang membuatku
penasaran, tidak ada seorangpun yang berani bicara mengenai sugi Tek Eti.
Pernah suatu kesempatan aku bertanya kepada Mamakku. Setahuku Mamak adalah
kenalan Tek Eti. Tetapi Mamak tidak mau banyak berbicara. Begitu banyaknya
orang yang menyayangi Tek Eti, Mamak tak berani bercerita tentang itu juga
membicarakannya, karena Tek Eti sangat dermawan dan rendah hati. Apapun bentuk
sumbangan di Nagari Tek Eti lah donatur sumbangan utamanya dan terbesar.
Jawaban itu tetap memeperkuat rasa ingin tahuku. Aku binggung dengan masalah
semua ini.
Seperti biasa tiap pagi
kulalui pasar menuju ke sekolah, aku tidak melihat Tek Eti lagi. Tetapi yang
terlihat hanya karyawan tokonya saja. Begitu juga saat aku berjalan di depan
rumahnya. Sepi, biasanya Tek Eti sering bermain di di tepi kolamnya. Tetapi
kenapa sekarang semuanya lain? Kemana Tek Eti ? Sakitkah dia ?
Aku berjalan menyusuri
jalan yang mulai rusak. Aku hendak melangkah menuju parak. Parak kepunyaanya
Mande. Mande memintaku untuk mengambil daun pisang yang ada di sana untuk
membuat palai. Saat dalam perjalanan pulang, aku mendengar pembicaraan
orang-orang yang ternyata membuat heboh suasana. Aku mengambil kesempatan untuk
mencuri pembicaraan. Betapa tak ku
sangka tentang apa yang di bicarakan orang-orang. Sugi Tek Eti hilang .
Aku berlari pulang
untuk segera mengabarkan berita kepada Mande tentang hilangnya sugi Tek Eti. Dengan
terengah-engah ku ceritakan pada Mande apa yang aku dengar dari orang-orang. Saat
ku menyampaikan berita itu, Mande malah meyuruhku untuk tidak bercerita lagi.
“ Sudahlah, Pik, jangan
di sebut-sebut lagi soal sugi itu. “kata mande sambil berlalu menuju ke
kamarku”
Pukul 05.30, sehabis
solat subuh, sayup-sayup aku mendengar pengumuman dari surau dekat rumahku.
Biasanya kalau tidak berita gotong royong pasti berita duka yang di sampaikan
garin surau. Tetapi kalau berita gotong royang hari ini bukan hari minggu jadi
pasti berita duka. Tiba-tiba pikiranku tertuju pada Tek Eti . “jangan-jangan
........ Akh aku segera membuang pikiran burukku tersebut jauh –jauh” Sambil bermalas-malasan
aku beranjak ke kamar mandi setelah itu bersiap-siap untuk pergi kesekolah.
Seprti biasa aku pergi ke sekolah melewati pasar. Alangkah kagetnya aku
mendengar orang-orang di pasar menceritakan tentang Tek Eti. Penasaran yang
membalutku akupun mendekati kerumun orang-orang seperti mendengara petir di
siang hari, aku terpana dengan cerita orang-orang itu. Ternyata benar dugaanku.
Tadi berita yang terdengar dari surau adalh berita duka dan feelingku benar,
yang meninggal adalah Tek Eti ,Si Mrs Sugi.
Seperti ikatan batin,
aku berbalik arah menuju rumah Tek Eti. Ternyata benar orang orang sudah ramai.
Di setiap kelompok orang-orang hanya menceritakan perihal hhilangnya Sugi dan
menghubungkan kehilangan sugi dengan meninggalnya Tek Eti. Apa benar ada
hubungannya dengan sugi yang selalu menempel di bibirnya itu dengan
kematiannya? Sebagian ku dengar cerita memang seperti itu. Tapi tak ada yang
bisa memastikan. Dan ku kembali berpikir apa sebenarnya misteri di balik sugi
itu ? aku kembali bertanya pada mande.
“ mande boleh upik
bertanya “
“Bertanya tentang apa
pik?”
“Begini mande,....Upik
masih merasa penasaran dengan sugi Tek Eti dan kisah kematiannya tek eti
tersebut mande, apakah mande mengetahuinya??”
“kalau mengenai hal itu
mande kurang mengetahuinya coba kau
tanyakan kepada pelayan toko tek eti tersebut mereka sedikit banyaknya pasti
mengetahui “
“Mande sudah berusaha
utuk menanyaknnya kepada petugas tersebut,tetapi ternyata mereka tak ingin
orang lain mengetahuinya karena mereka merasa itu sebagai AIB bagi mereka” dan
petugas tersebut menyembunyikannya sedalam-dalamnya berita tersebut.
Tiga bulan sudah
berlalu sejak kematian Tek Eti. Dan semenjak itulah entah mengapa
perlahan-lahan bisnisnya yang di teruskan pelayannya pun mulai mengalami
kebangkrutan. Dan yang lebih menyedihkan rumah gadang milik Tek Eti minggu
kemren terbakar. Cerita tentang Tek Eti mulai padam. Satu persatu kekayaannya
mulai musnah. Tentang suginya .......tetap menyimpan rahasia .